Manchester – Kapten Manchester United, Bruno Fernandes, dikabarkan menyimpan kekecewaan mendalam terhadap sikap manajemen klub selama jendela transfer musim panas 2025. Perasaan tersebut muncul setelah beredar kabar bahwa manajemen Setan Merah membuka peluang untuk melepas gelandang serang vital tersebut, meskipun perannya di dalam tim sangat sentral.
Isu mengenai masa depan Fernandes mencuat seiring adanya ketertarikan serius dari klub Liga Pro Arab Saudi. Dalam dinamika transfer yang berkembang, Manchester United dinilai tidak sepenuhnya menutup pintu negosiasi terkait kepergian sang kapten. Sikap ini kemudian memicu rasa kecewa dari pemain internasional Portugal tersebut.
Godaan Finansial dari The Blue Waves
Klub Arab Saudi yang dijuluki The Blue Waves (merujuk pada Al Hilal) dikabarkan siap menggelontorkan dana kolosal demi memboyong playmaker andalan Manchester United itu.
Laporan menyebutkan bahwa Al Hilal telah menyiapkan kontrak bernilai fantastis, termasuk tawaran gaji mencapai 200 juta poundsterling untuk durasi kontrak tiga tahun. Selain gaji yang luar biasa, klub Timur Tengah tersebut juga dikabarkan siap membayar biaya transfer sekitar 100 juta poundsterling kepada Manchester United sebagai kompensasi kepindahan.
Kendati dihadapkan pada godaan finansial yang sangat besar dari luar Premier League, Fernandes pada akhirnya memilih untuk menolak tawaran tersebut dan memutuskan bertahan di Old Trafford. Kontraknya dengan klub saat ini diketahui masih menyisakan waktu dua tahun.
Merasa Kurang Dihargai Manajemen
Meskipun telah mengambil keputusan untuk menetap, sumber terdekat menyebutkan bahwa Bruno Fernandes menyimpan kekecewaan terhadap cara klub menangani situasi tersebut.
Fernandes, yang merupakan jantung kreatif dan pemimpin tim, merasa sikap manajemen mengesankan bahwa kepergiannya tidak akan menjadi kerugian besar bagi klub. Kekecewaan ini muncul dari persepsi bahwa nilai dan kontribusinya—yang mencakup kepemimpinan di lapangan dan produktivitas gol serta assist—tidak sepenuhnya dihargai atau dipertahankan dengan upaya maksimal oleh manajemen.
Situasi ini menyoroti adanya potensi keretakan antara kapten tim dengan jajaran pengambil keputusan di tengah upaya klub untuk melakukan restrukturisasi di bawah kepemimpinan yang baru.
